Suara rintik-rintik hujan turut menemani saya sore ini, ikut menghidupkan suasana di sekitar saya. Yep, seperti yang kita tahu, ini memang musim hujan. So, wajar-wajar saja kalau tiap harinya turun hujan. Walau harus diakui, tidak jarang hujan yang turun tanpa kompromi dan pemberitahuan membuat beberapa hal yang sudah direncanakan jadi agak berantakan.
Bicara tentang hujan, tentunya masih segar di ingatan kita bahwa musim hujan tahun ini menyebabkan banjir di beberapa tempat di negeri kita. Yang paling sering diberitakan, yaitu banjir di Jakarta. Walaupun sekarang banjir sudah mulai surut dan berita-berita mengenai banjir Jakarta tidak lagi ramai diberitakan, namun banjir yang sempat melumpuhkan ibukota negara ini merupakan sebuah notable memory bagi warga Indonesia.
| Banjir Bundaran HI yang mulai surut (sumber: metro.news.viva.co.id) |
Banyak orang yang meyakini hujan itu adalah sebuah berkah dari Allah SWT dan patut disyukuri. Saya juga mensyukuri bahwa ada akhirnya hujan pun turun, walau terkadang juga kesal kalau hujan turun pada saat yang menurut saya tidak tepat. Ya, seperti yang sudah saya bilang, hujan kan tidak mengenal yang namanya kompromi dan pengetahuan. Tapi, di saat sudah terjadi wabah seperti banjir dan tanah longsor, malah ada beberapa orang yang menyalahkan bahwa wabah itu terjadi karena hujan yang turun terus-menerus. Wah, bagaimana ini?
Kalau dalam opini saya sendiri, hujan adalah berkah. Namun mungkin karena ego saya sendiri, seringkali membuat saya mengatakan bahwa "Hujan itu berkah, apabila datang pada waktu yang tepat dan dalam jumlah yang benar". Dan saya yakin bahwa tidak semua orang berpendapat sama seperti saya. Namun sekali lagi harus saya ingatkan bahwa kita harus mensyukuri turunnya hujan. Kemarau yang panjang dan tidak berkesudahan juga bisa membawa wabah lain yang juga membahayakan. Antara lain ancaman kekeringan dan paceklik. Nah, lalu kenapa beberapa orang justru menganggap hujan sebagai wabah?
Most likely, berbagai wabah yang terjadi adalah juga tidak lepas dari partisipasi manusia sendiri. Sebagai contoh yaitu membuang sampah sembarangan, membuang sampah ke sungai, pembangunan gedung-gedung yang memakan daerah penyerapan air, sistem ruang dan tata letak kota yang buruk, sistem drainase yang tidak memadai, dan berbagai alasan yang saya mungkin tidak saya pahami. Selain pada beberapa kasus, banjir terjadi karena bendungan yang jebol. Dan bendungan yang jebol ini sendiri tidak jarang juga diakibatkan oleh beberapa pihak pembangun yang tidak menerapkan standar baku seperti sebagaimana mestinya pada bendungan tersebut. Nah, lagi-lagi ulah manusia kan?
Mungkin wabah ini adalah sebuah pertanda, atau bahkan pelajaran bagi kita agar lebih sensitif terhadap lingkungan. Lebih sensitif terhadap 'suara' alam. Bahwa bumi ini seharusnya tidak hanya diolah dan dieksploitasi saja, tetapi harus dijaga dan dilestarikan. Kita harus mengingat bahwa bukan hanya gedung-gedung saja yang harus ada, tapi juga area hijau yang tidak hanya dapat berfungsi sebagai area serapan air hujan, tapi juga sebagai habitat bagi berbagai kekayaan flora dan fauna negeri kita. Bahkan hal-hal yang seringkali dianggap sepele seperti membuang sampah pada tempatnya, bisa memberi dampak positif yang besar apabila kita mau dan punya kesadaran untuk melakukannya. Ya, kita. Bukan hanya saya, Anda, dia, ataupun mereka, tapi KITA.
So at last, semoga kita menjadi orang-orang yang selalu bersyukur, serta aware terhadap lingkungan dan alam. Hujan bisa menjadi berkah, bisa menjadi wabah. Semua tergantung bagaimana kita menghadapi dan menyikapinya. Ingatlah juga di musim hujan ini untuk selalu menjaga kondisi supaya selalu tetap fit dan bisa terus beraktivitas. Hasta la vista, mis amigos. Semoga Anda semua selalu dalam kondisi yang sehat dan terbaik. :)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar